Minggu, 29 Januari 2023

RUMAH BERSEJARAH

RUMAH PENINGGALAN ZAMAN PENJAJAHAN KOLONIAL

DI MARGA SIRAH PULAU PADANG

            Beberapa rumah ini terletak bersebelah dan merupakan satu keluarga dari Pangeran H Tagut. Rumah-Rumah yang berada di sini seperti, Rumah Pangeran H.Tagut, Rumah Depati Amir Hamzah, Rumah Depati Suud dan Rumah Pembarap Syakban a. Rumah Pangeran H Tagut dan Depati Amir Hamzah (dibangun sekitar abad ke-1800 Masehi)

1. Rumah Pangeran H.Tagut Bin Depati Abdullah Bin Pangeran Djugal (Mansyur)









2. Rumah Pembarap Said Bin Depati Suud Bin Depati Jenab



3. Rumah Pembarap Sya'ban (Cata)





4. Rumah Tokeh Jahri Bin Pangeran Ahir Bin Depati H.Mandong







5. Rumah Mernin Bin Qonar




6. Rumah Penglipur Hati 








PENGERAN SIRAH PULAU PADANG

PANGERAN SIRAH PULAU PADANG

MUHAMMAD BATUN BIN PANGERAN DJUGAL (1865 - Sekitar 1880)



               Menyaksikan langsung rumah Bari yang sekarang berdiri di kompleks permuseuman kota pelembang, banyak kisah menarik yang berkaitan dengan pemilik  rumah itu, seorang pangeran dari Sirah Pulau Padang. Suatu kisah yang mungkin belum banyak di ketahui masyarakat umum.

         Dengan penulisan ulang cerita ini, diharapkan dapat mengungkapkan sebagian peristiwa bukan saja menyangkut perjalanan rumah bari itu, tapi juga sekelumit pengalaman masyarakat OKI, tidak hanya berkaitan dengan kasus sosial tapi juga dalam kaitannya dengan peroses peradilan. Sumber utama penyusunan cerita ini adalah di peroleh dari Dinas Pariwisata OKI, karya Hadin Ali Pengeran Rumah Bari, serta dari sumber lain seperti beberapa peninggalan kesejarahan yang ada. Dengan pengungkapan peristiwa ini, selain untuk melengkapi data, juga meningkatkan minat kajian kesejarahan – terutama sejarah peradilan – secara lebih lengkap.

Pangeran dan Kekuasaannya
                Pangeran Batun adalah salah seorang pejabat lokal yang secara kelembagaan berafiliasi pada kekuasaan kolonial Belanda. Ia berkuasa di Marga Sirah Pulau Padang Ogan Komering Ilir. Masa pemerintahannya berlangsung pada urutan ke delapan sepanjang masa pemerintahan Marga Sirah Pulau Padang. Gelar Pangeran di berikan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada seorang pejabat tertinggi dalam pemerintahan Marga. Pejabat ini sebelumnya di pandang banyak berjasa kepada pihak kolonial.
            
            Meski terlihat sederhana, untuk menjadi seorang pangeran yang baik di mata kolonial, bukanlah suatu masalah yang mudah. Disamping harus terpilih menurut versi orang Eropa itu, pangeran haruslah berasal dari seseorang yang memiliki kekayaan yang banyak, memiliki “ilmu” yang tinggi, serta kelebihan-kelebihan lain seperti kekuatan fisik dan mental. Dengan keberadaan itu, tidak sedikit orang menjadi iri terhadap keberadaan seorang Pangeran. Hal ini menimpa pangeran Batun, bahkan sangat mempengaruhi jalan kekuasaannya.

             Pangeran Batun mempunyai banyak kegemaran. Salah satu di antara kegemarannya ialah bermain judi dan menyabung ayam. Pada masa itu memang banyak pejabat yang beranggapan bahwa bermain judi dan menyabung ayam itu sebagai hiburan.

            Pangeran suka membagikan uang yang di perolehnya dari hasil judi dan sabung ayam kepada rakyat, terutama kepada gadis-gadis cantik. Banyak gadis yang tertarik dengan sifat pangeran ini. Tidak sedikit pula yang bersedia menjadi istri Pangeran. Keadaan ini menjadi keadaan umum, apalagi dikaitkan dengan sifat sebagian orang yang menginginkan kelimpahan materi berupa uang, harta serta mengharapkan jabatan atau status sosial.

            Dari sekian gadis yang banyak berminat, pangeran memilih empat orang sebagai pendampingnya. Mereka cantik-cantik, tetapi seorang diantara mereka yang pada akhirnya menjadi duri dalam nasib kekuasaan Sang Pangeran. Ada seorang istrinya yang berhati dengki, bersifat tamak, serakah dan rakus.

            Seorang pangeran adalah pemegang tampuk pimpinan Marga. Gelar Pangeran, seperti disebutkan terdahulu diberikan kepada seseorang kepala Marga yang telah banyak berjasa kepada pihak kolonial. Gelar lebih tinggi dari pangeran, adalah Raden, sedangkan gelar setingkat di bawah pangeran adalah Depati. Ketiga gelar ini, tidak terdapat dalam ketentuan kitab undang-undang Simbur Cahaya. Kekuasaan Marga di Sirah Pulau Padang, tempat Pangeran batun telah terbentuk sejak sekitar tahun 1800, dan dibubarkan bersama seluruh Marga lainnya di Sumatra Selatan pada melalui SK Gubernur No. 142/KPTS/III/1983, yang ditetapkan tanggal 24 Maret dan berlaku sejak 4 April 1983 (Ahad, 20 Jumadil Akhir 1403.

Istri Pangeran Batun
Suatu ketika, untuk mengatasi kekalahan dalam taruhan judi, Pangeran Batun menghabiskan judi, Pangeran Batun menghabiskan seluruh perhiasan istri muda. Kejadian ini membuat si istri muda menjadi marah. Dalam kemarahan itu dari hari ke hari mulai panik dan mulai menunjukkan tabiatnya yang asli. Terjadilah perselisihan antara pangeran dan istri mudanya itu. Pangeran Batun dengan sekuat tenaga berusaha mengumpulkan uang dengan harapan dapat menenangkan hati istrinya, juga berusaha menebus kekalahan nya di meja judi. Akan tetapi si istri belum dapat di yakinkan.

            Sedang giat pangeran berusaha mengumpulkan dana, terjadilah peristiwa hilangnya pandai emas. Perahunya hanyut dan terdampar di ujung anak sungai. Pemiliknya tidak ditemukan. Peristiwa hilangnya pandai emas ini menjadi cerita yang sangat menggegerkan masyarakat. Selama ini, kawasan dalam Marga Panjang sangat aman dan jarang sekali terjadi pencurian, apalagi penghilangan orang. Tetapi dengan hilangnya pandai emas, masyarakat mulai merasa was-was. Bahkan mulai tumbuh saling menduga dan prasangka buruk.
            Pandai emas itu memang orang baru bagi masyarakat Marga Panjang. Ia datang jauh, yaitu dari kota palembang. Ia datang ketempat itu menjajakan emas dengan perahu berkeliling dari satu dusun ke lain dusun. Meski penduduk dusun-dusun pada waktu itu masih sepi, bahkan banyak yang belum bernama. Tapi keadaannya yang aman menjadikan pandai emas menjadi leluasa bergerak kesana kemari membawa dagangannya.

            Peristiwa pandai emas hilang telah terdengar oleh pihak kolonial belanda. Penyelidikan mulai dilakukan dengan gencar, dengan mengusut seluruh warga yang ada di daerah itu. Setiap orang dewasa di usut satu persatu. Mereka di bujuk ataupun di siksa dan diperlakukan dengan berbagai cara agar di peroleh informasi tentang pelaku penghilangan pandai emas itu. Tindakan pengusutan tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak diperoleh tanda-tanda yang menunjukkan ada warga yang terlibat.

            Penyelidikan terus berlanjut dengan cara yang semakin tidak terarah (ngawur). Kesempatan ini merupakan peluang dari istri muda PangeranBatun untuk menyampaikan informasi melalui surat kaleng yang menuduh Pangeran Batun. Disebutkan, pangeran Batun yang memerintahkan dua orang penjudi bernama Ajir dan Rambut untuk membunuh pandai emas dan membuangnya di dasar sungai. Untuk melengkapi informasi sehingga lebih meyakinkan, disuruhlah orang untuk mengumpulkan tulang sapi yang dimasukkan kedalam kaleng lalu di kubur di lubuk sungai.

Pengadilan Pangeran
Peristiwa penghilangan pandai emas, akhirnya dibawa ke meja pengadilan. Tuntutan di ajukan semakin melebar karena mempertimbangkan kondisi Marga panjang yang dipimpin oleh Pangeran Batun.

            Ajir dan Rambut, dua penjudi yang ditimpa tuduhan sebagai pelaksana penghilangan pandai emas mulai mengalami siksaan fisik dan mental. Kedua kaki dan tangannya di ikat. Apalagi malam tiba, keduanya di tempatkan di hutan rawa-rawa (rawang) yang sangat banyak nyamuk sehingga tubuh keduanya dipenuhi dengan bintik-bintik merah bekas gigitan nyamuk. Siksaan ini selanjutnya ditingkatkan dengan memindahkan mereka kedalam ruangan yang penuh dengan asap ataupun api, tetapi tetap tidak mengaku. Sementara itu rambut, karena tidak tahan menanggung siksaan terpaksa mengakui tuduhan yang ditimpakan pada dirinya.
            
      Kembali pada pangeran Batun. Dari pemeriksaan awal di peroleh kesimpulan
  1. uang kas Marga telah kosong karena dipergunakan oleh pangeran untuk menutupi kekalahannya dalam berjudi;
  2. pangeran telah memerintahkan membunuh Pandai emas, dengan bukti adanya tulang berulang yang diperoleh dari dalam sungai;
  3. Pengakuan dari salah seorang tertuduh membenarkan keterlibatan pangeran sesuai tuduhan.
Setelah proses peradilan peadilan berlangsung dirumuskan “putusan sela” yang memutuskan bahwa “pangeran dihukum, jangan dilepaskan “ dan “ Digantung sampai mati”.                                                                                                                 
    Seluruh harta benda pangeran Batun, termasuk rumah tempat tinngalnya disita dan dilelang dihadapan masyarakat umum. Rumah itu selanjutnya dibongkar dan dipindahkan ke samping benteng kuto besak di palembang yang kemudian di kenal umum sebagai rumah Bari. (menjelang tahun kunjungan wisata indonesia-visit indonesia year 1991 rumah itu di bongkar kembali dan dipindahkan ke kompleks permuseum palembang).

Mengajukan Banding
 Putusan sela yang diputuskan pengadilan dirasakan sangat berat oleh pangeran, apalagi tidak disertai oleh bukti nyata. Tulang belulang yang di jadikan barang bukti, menurut keyakinannya adalah tulang-tulang sapi. Dengan mencucurkan air mata pangeran menolak keputusan pengadilan, dan mengajukan banding kelembaga pengadilan lebih tinggi di batavia (jakarta).

     Dua orang lainnya, ajir dan rambut menuruti saja apa yang di putuskan pihak pengadilan. Mereka tidak bersekolah, dan masih sangat awam tentang seluk beluk hukum dan peradilan. Ajir yang tetap bertahan dengan pendirian tidak mengakui tuduhan ditimpakan kepada dirinya, dibebaskan dari tuduhan. Meski bebas, dalam keadaan sangat menderita akhirnya ia meninggal dunia. Sedangkan rambut di hukum masuk penjara di sawah lunto dengan masa hukuman selama 20 tahun. Beberapa tahun setelah hukuman berjalan, ia dipindahkan ke penjara nusakambangan sampai berakhir masa tahanan. Setelah kembali dari nusakambangan, Rambut telah sangat matang dan dewasa. Pada tangan kanannya di buat tato Anker (jangkar) yang di maksudkan sebagai simbol orang pernah mendapat hukuman berat. Dengan tanda itu dimaksudkan memudahkan orang mengenalnya bila ia melarikan diri, atau orang yang pernah menghuni penjara kelas tinggi .

     Pangeran Batun, di bantu oleh pangeran Mat, mengajukan permohonan banding ke Batavia. Setelah di teliti lagi dengan cermat dan saksama, surat
permohonan banding pangeran batun dapat di terima dan di persidangkan.

            Hasil persidangan memutuskan pernyataan bahwa pengajuan banding Pangeran diterima dan dibenarkan. Pangeran bebas dari hukuman gantung. Keputusan pada persidangan pertama pengadilan memutuskan “Pangeran dihukum, jangan dilepaskan” dan “Digantung sampai mati”. Setelah mengajukan banding serta permohonannya diterima pihak pengadilan maka keluar keputusan yang berbunyi “Pangeran dihukum jangan, dilepaskan” dan “Di gantung sapi mati”. (perhatikan letak koma pada rumusan pertama dan perubahan kata pada rumusan kedua).

            Keputusan ini tentu sangat menguntungkan Pangeran karena menyangkut hidup dan matinya. Selanjutnya, Pangeran bebas dari tuduhan akan tetapi ia telah kehilangan jabatannya sebagai kepala Marga.

Senin, 12 September 2022

FOTO JAMAN DULUNE

 FOTO-FOTO

SIRAH PULAU PADANG DULUNE

Berfoto ditangge rumah Toke Jahri

Depan Rumah Pangeran Tagut


Depan Rumah Juru Tulis Suud di Terate Laut

Belakang Kantor Marga Terate Batang Kosetan


Guru dan Murid SDN 1 Sirah Pulau Padang

Depan kantor Marga, Pancang Pasirah

Pangeran Tagut dan Petinggi Belanda


Di Tangga Rumah Mutong Toke jahri


Di Teras Rumah Mutong Toke Jahri


Depan Rumah Pembarap Cata 


Depan Rumah Toke Jahri


Depan SDN 1 Sirah Pulau Padang


Depan SDN 1 Sirah Pulau Padang


Serambi Toke Jahri Rumah Mutong













Jumat, 08 April 2022

ASAL NAMA ''SERDANG MENANG''

SERDANG MENANG

Gambar : Palak Pulau

         Dahulu, di Desa ini ada sebuah pohon kayu yang sangat besar serta tinggi, namanya kayu serdang. pohon kayu serdang tersebut banyak sekali dikelilingi oleh pohon karet , namun anehnya lama-kelamaan pohon karet yang mengelilingi satu persatu mati, sehingga tinggalah pohon serdang serdang sendiri yang masih hidup.

          Setelah didesa ini banyak penduduknya serta banyak rumah yang berdiri, maka untuk mengenang sejarah pohon tersebut atas mupakat rakyat dinamailah Desa tersebut SERDANG MENANG.
Sumber: Penilik Kebudayaan 1996

Kerio / Kepala Desa yang pernah memimpin Desa Serdang Menang :
1. Kerio H. Toy
2. Kerio Muhammad Jahir
3. Kerio Jamalludin
4. Kerio Artak (Katak) (1955 - 1965)
5. Kerio Zakaria (1965 - 1968)
6. Kerio Romlan Fadlan (Lulun) (1968 - 1992)
7. Kepala Desa Syamsul Bahri (Ujang Bol) (1992 - 2007)
8. Kepala Desa Halim Burlian (2007 - 2019 )
9. Kepala Desa Dodi Yansen, SE ( 2020 - Sekarang )

ARSIP FOTO-FOTO DESA : 

Gambar : Makam Panjang 9m, Kurata Takura Besi









Kamis, 03 Juni 2021

MARGA SIRAH PULAU PADANG

    Pemerintahan Marga adalah suatu kesatuan organis terbentuk berdasarkan wilayah, dan juga garis keturunan, yang kemudian dikukuhkan dengan pemerintahan administratif serta ikatan norma-norma yang tidak hanya berupa adat-istiadat yang tidak tertulis tetapi juga oleh ikatan berupa aturan dalam diktum-diktum yang tertulis secara terperinci pada kitab Undang-Undang Simboer Tjahaya.

    Marga secara fungsional memainkan peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan sejarah peradaban masyarakat di Sumatera Selatan. Secara tradisional, marga merupakan institusi tertinggi kemasyarakatan setelah lembaga keluarga, kampung dan dusun. Marga dipimpin oleh seorang tokoh yang pada umumnya dikenal dengan sebutan Pasirah. Dengan kualifikasi tertentu, pemimpin marga disebut pula sebagai Depati dan Pangeran.



Gambar: Rumah Pangeran H. Tagut (Desa Sirah Pulau Padang)


    Seorang kepala marga, untuk dapat disebut sebagai Depati ialah apabila ia telah berhasil dipilih untuk memangku jabatan Kepala Marga paling tidak selama dua kali berturut-turut, sedangkan Pangeran ialah dipilih minimal lima kali berturut-turut.

    Menurut Cerita, Nama Sirah Pulau Padang sendiri berarti "Kantor yang mengadap ke Pulau yang Luas" ketika jaman penjajahan Belanda di Ogan Komering Ilir, Sirah Pulau Padang ini Pertama Kali berdiri kantor Konttelir lama-lama menjadi kantor Pasirah. Kantor tersebut letaknya di pinggir sungai komering menghadap ke Muara Padang dan tempat kantor tersebut di tanjungan, berhubung tanjungan tersebut hampir putus dan seakan-akan sebuah pulau.

    Semenjak berdirinya sistem pemerintahan Marga di Sirah Pulau Padang, Jabatan Kepala marga atau biasa disebut dengan Pasirah, terus silih berganti dari zaman dahulu. bisa dikatakan hampir satu keturunan keluarga.

Kepala Marga Sirah Pulau Padang :

  1. Raden Sinungan 
  2. Depati Jemahir (Buyut Maher)
  3. Pangeran Djugal
  4. Pangeran Batun
  5. Depati Jenab
  6. Depati H. Mandong
  7. Depati Suud
  8. Depati Abdullah
  9. Depati Sia
  10. Depati Denin
  11. Pangeran H. Tagut (1889 - 1943)
  12. Depati Toha (1943 - 1947)
  13. Depati Amir Hamzah (1947 - 1962)
  14. Pasirah Hamdan Syukri (1962 - 1969)
  15. Pasirah Aziz Azwan (1969 - 1978)
  16. Pasirah M. Rifani Cendra Hasan (1978-1983)

Makam Depati Jemahir (Desa Terate)

    Marga Sirah Pulau Padang terdiri dari beberapa dusun yang dikepalai orang seorang Kerio. Adapun dusun-Dusun dahulu yang di bawahi oleh Pemerintahan Marga Sirah Pulau padang:

  1. Sirah Pulau Padang
  2. Serdang Menang
  3. Terate
  4. Terusan Menang
  5. Rengas Pitu
  6. Belanti
  7. Pantai
  8. Mangun Jaya
  9. Ulak Jermun
  10. Bungin Tinggi
  11. Penyandingan
  12. Berkat
  13. Sukaraja
  14. Awal Terusan
  15. Pematang Buluran
  16. Rawang Besar
  17. Terusan Laut
  18. Batu Ampar
  19. Batu Ampar Baru
  20. Tanjung Alai

Di era keresidenan Palembang tahun 1879 – 1932 marga di Sumatera Selatan berjumlah 174 Marga,memasuki masa kemerdekaan tahun 1940 Marga berjumlah 175 sampai Indonesia Merdeka, memasuki awal Orde baru tahun 1968 jumlah merga bertambah menjdi 178 pada tahun 1983 sebelum marga dibubarkan marga di sumatera selatan berjumlah 192 marga.

Gambar: Pangeran H. Tagut (Duduk di Tengah Berserta Istri) Tahun 1930




Gambar: Pangeran H. Tagut Bin Depati Abdullah


                                   Gambar : Pancang Pasirah Sirah Pulau Padang, Sekitar1880



Gambar : Penghulu Sirah Pulau Padang, Idul Adha 1930

    Pemerintahan marga dibubarkan pada tanggal 24 maret tahun 1983 oleh Sainan Sagiman selaku Gubernur Dati II Sumatera Selatan, dengan menerbitkan SK Gubernur Nomor: 142/KPTS/III/1983 yang isinya membubarkan pemerintahan marga dan DPR marga dan menyeragamkan serikat dusun yang ada didalam marga menjadi desa berdasarkan Undang Undang Pemerintahan Desa Tahun 1979.



RUMAH BERSEJARAH

RUMAH PENINGGALAN ZAMAN PENJAJAHAN KOLONIAL DI MARGA SIRAH PULAU PADANG                Beberapa rumah ini terletak bersebelah dan merupakan ...